VemmeDaily.com, Jakarta – Pandemi virus corona atau Covid-19 membuat peta dan struktur perekonomian mengalami perubahan signifikan. Sebagian besar usaha bisnis sedang hidup tidak normal. Kondisi ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.
Semasa pandemi Covid-19, hampir semua sektor dan kategori dunia usaha terdampak, seperti Usaha Kecil dan Menengah (UKM) termasuk yang mikro dan ultra mikro, swasta nasional, BUMN, BUMN, perusahaan multinasional dan perusahaan startup.
Arrbey Research bekerja sama dengan pihak terkait mengadakan riset secara omni channel pada periode 1-25 Mei 2020. Riset ini sebagai lanjutan riset di bulan April, dengan total responden lebih dari 500 orang dan 233 orang di antaranya khusus responden riset redesain perekonomian dan bisnis.
Responden berasal dari kalangan pimpinan dan karyawan perusahaan besar, termasuk multinasional, BUMN, swasta nasional, UKM dan pemerhati ekonomi.
Krisis ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 ditandai anjloknya omset penjualan dalam waktu lama. Sebanyak 61,1 persen responden menyebutkan terjadi penurunan penjualan lebih dari 40 persen.
Lebih dari dua pertiga responden memperkirakan perekonomian nasional baru akan kembali normal (back to normal) setelah enam bulan krisis atau setelah bulan September 2020. Sebanyak 36.1 persen responden yang memprediksi ekonomi baru mulai normal kembali pada tahun 2021.
Kondisi saat ini tidak mudah bagi pelaku usaha untuk bertahan, sehingga diprediksikan banyak usaha bisnis yang gulung tikar. Untuk pemulihan tidak sekadar mencapai new normal yang tidak lebih baik dari masa lalu, karena biayanya terlalu mahal.
Untuk perekonomian kembali normal sebanyak 72,5 persen responden berpendapat dibutuhkan redesain perekonomian dan bisnis.
Biaya pemulihan sangat mahal semestinya menghasilkan desain baru perekonomian Indonesia yang lebih kokoh dan bisa tumbuh berkelanjutan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih unggul di masa mendatang.
Dalam rangka redesain perekonomian nasional, disarankan dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, re-focusing sektor prioritas. Kedua, pendayagunaan teknologi.
Sementara sektor prioritas perekonomian nasional di masa depan disarankan pada bidang. Pertama, pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan (66,7 persen).
Kedua, industri pertanian/pangan (44,4 persen). Dan ketiga, perdagangan ritel dan perdagangan lainnya (42,6 persen).
Perubahan drastis perekonomian dunia sedang terjadi, dan kita perlu menyesuaikan diri kalau ingin tetap survive. Agar bisa tetap survive, redesain perekonomian Indonesia khususnya di jangka pendek perlu mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negerinya.
Indonesia dilimpahi sumberdaya yang bisa diperbarui (renewable resources) berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan juga kelautan.
Saran yang perlu dilakukan dalam redesain ekonomi berdasarkan hasil riset adalah menempatkan renewable resources dan renewable resources based industry sebagai pilar utama.
Industrialisasi mendapatkan momentum terbaiknya di era pandemi korona, tentunya dengan ‘tidak memaksakan’ jenis industri yang selama ini kurang bisa dikembangkan di Indonesia.
Kini saatnya renewable resource based industry dijadikan sebagai tumpuan utama pembangunan perekonomian dan pengembangan bisnis di Indonesia. Sebanyak 68,7 persen responden berpendapat bahwa industrialisasi produk pertanian dan perkebunan perlu diprioritaskan.
Kue Lapis Surabaya dan ikan teri bisa menjadi contoh produk unggulan renewable resources based industry. Contoh ikan teri, sebagai produk yang banyak disukai konsumsi dan bisa diproduksi segala level pelaku usaha, merupakan simbolisasi perekonomian ke depan harus bersifat lebih influsif.
Untuk mengonsumsi ikan teri dibutuhkan proses pengolahan dan pengemasan menggunakan teknologi. Dengan demikian ikan teri tidak hanya digoreng atau dijadikan rempeyek, tetapi bisa dijadikan olahan nasi goreng ikan teri di hotel berbintang lima, serta dipasarkan di pasar tradisional, peritel modern hingga diekspor ke luar negeri.
Terminologi “Ekonomi Ikan Teri” untuk mengingatkan kita akan perlunya dilakukan industrialisasi secara serius dan mengikutsertakan lebih banyak pelaku usaha UKM dan generasi muda.
Langkah persiapan back to normal pasca pandemi korona harus menyediakan ruang gerak besar bagi usaha bisnis yang bisa dikelola oleh banyak level pelaku usaha khususnya masyarakat bawah dalam rangka mengelola ketahanan perekonomian termasuk ketahanan pangan.
Pendayagunaan teknologi dan inovasi sangat diperlukan untuk menanam, memanen, mengolah, mengemas, menyimpan, memasarkan, mendistribusikan termasuk mengelola keuangan renewable resources based industry dan sektor hulunya.
Selain itu dibutuhkan pengembangan banyak startup company pada sektor-sektor unggulan tersebut agar terjadi akselerasi pendayagunaan teknologi dan merangsang terjadinya inovasi berkelanjutan.
Generasi muda Indonesia yang semakin sadar teknologi dan inovatif akan memacu kemajuan renewable resources based industry dan sektor hulunya.
Keikutsertaan generasi muda, UKM dan seluruh komponen masyarakat dan dunia usaha termasuk yang berskala besar dan bahkan multi national company dalam pengembangan renewable resources based industry akan membuat redesign the economy and business menjadi pilar strategis kemajuan Indonesia di masa mendatang.
Renewable resources based industry tidak hanya baik bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia, dan Indonesia bisa memainkan peran yang lebih efektif untuk ‘kapling’ sektor ekonomi pilihan yang sesungguhnya sudah tersedia sejak dulu.
Dunia sedang bergerak makin intensif menuju digitalisasi, dan renewable resources based industry. Termasuk memanfaatkan sektor hulu agar generasi muda Indonesia tidak ketingglan di era digital. Namun, Indonesia tidak perlu terlalu terbuai dan menghabiskan waktu berkutat pada ekonomi digital.
Indonesia perlu mengembangkan comparative advantage di sektor renewable resources based industry maupun sektor hulunya dan mendayagunakan teknologi yang relevan untuk menjadikannya sebagai competitive advantage.
Dengan keberanian dan komitmen untuk mengembangkan renewable resources based industry dan sektor hulunya akan membuat perekonomian Indonesia segera “back to normal” yang lebih baik. Tidak sekadar ‘not just back to normal’.
Orientasi Ekspor. Ekspor Indonesia punya harapan meningkat pasca pandemi. Sebanyak 85,1 persen responden berpendapat bahwa ekspor Indonesia punya harapan meningkat pasca pandemi.
Lima produk andalan ekspor yang dianjurkan dikembangkan berdasarkan hasil survei adalah:
- Pertanian: termasuk produk perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan (68,7 persen).
- Industri pengolahan pangan: termasuk produk minuman, bumbu olahan, snack dan lain-lain (53.7 persen).
- Industri pengolahan produk pertanian non pangan (43.3 persen).
- Sandang: termasuk produk pakaian, fesyen, alas kaki, asesoris dll (35.8 persen).
- Furnitur dan home décor (22.4 persen).
Di masa mendatang ekspor Indonesia haruslah yang “bisa digerakkan” karena pemilik usahanya merupakan orang Indonesia dan mengolah renewable resources. Saat ini, sudah waktunya didorong ekspor produk hasil renewable resources based industry.
Dari riset didapat hasil bahwa di masa mendatang perlu ditingkatkan jumlah eksportir pemula UKM (73.1 persen) dan eksportir pemula anak muda (40.3 persen)
UKM dan Startup. Meredesain perekonomian melalui pengutamaan renewable resources based industry yang tidak sekadar membuat perekonomian kembali normal, tetapi mencapai tingkat kenormalan yang lebih tangguh.
Saat ini kesempatan emas mengutamakan UKM dan generasi muda sebagai pemain perekonomian nasional yang mendayagunakan teknologi, agar bisa menjadi lokomotif perekonomian masa depan.
Berdasarkan riset Arrbey dan Tim UKM HIMPUNI, saat ini momen yang tepat untuk memberi perhatian pada UKM Kampus. Yakni bisnis baru yang didirikan oleh mahasiswa dan alumni perguruan tinggi, serta UKM yang dibina kampus.
UKM Kampus mempunyai tingkat kesiapan berteknologi yang relatif lebih besar sehingga bisa menjadikan usaha bisnis mereka punya daya saing lebih besar dan berkelanjutan.
Karena itu, dibutuhkan dukungan dari pemerintah, BUMN, pelaku usaha besar dan perguruan tinggi untuk menjadikan UKM Kampus bisa tumbuh lebih cepat dan diharapkan akan menjadi lokomotif perekonomian Indonesia di masa mendatang melalui terciptanya ribuan UKM Kampus berprestasi.
Hasil menggembirakan dari survey adalah alumni, dosen dan mahasiswa perguruan tinggi berpotensi mengembangkan ekspor yang tercermin dari hasil riset bahwa 25,8 persen respon responden yakin mereka bisa menjadi eksportir dan akan bertambah lagi sebanyak 29 persen dan 43,3 persen bila diberikan bantuan permodalan dan pelatihan.
Potensi menjadi eksportir masa depan Indonesia ini perlu diberi dorongan dan kesempatan sebesar-besarnya mengingat perlunya peningkatan ekspor Indonesia secara signifikan dan perlu dicetaknya generasi eksportir baru Indonesia.
Karena itu dibutuhkan program terpadu berupa pelatihan, pendampingan dan pengembangan fasilitas termasuk pendanaan untuk mengakselerasi lahirnya eksportir baru dari kalangan mahasiswa dan alumni perguruan tinggi. Sudah waktunya dilahirkan eksportir muda lebih banyak dengan cara lebih cepat serta mendayagunakan teknologi digital termasuk e-ecommerce.
Bimbingan eksportir yang sudah berhasil dan dukungan dari pemerintah pusat dan daerah serta asosiasi eksportir akan mempercepat pertambahan eksportir baru di Indonesia.
