Story

Melewati Rasa Sakit Setelah Bercerai

Ilustrasi (via:istimewa)

VemmeDaily.com, Jakarta – Membangun dan mempertahankan keharmonisan rumah tangga hingga akhir hayat menjadi impian pasangan suami istri. Tak dimungkiri, segala bentuk konflik yang tersulut dalam rumah tangga akan datang dan pergi mewarnai kisah cinta mereka. Tak sedikit konflik rumah tangga berujung perceraian, yang tentunya meninggalkan luka hati yang mendalam. Bagaimana cara mengatasi rasa sakit akibat perceraian?

Tak ada pasangan yang menginginkan rumah tangganya kandas di tengah jalan, sehingga keduanya mengikrarkan janji suci pernikahan sehidup semati ketika menikah. Tetapi, menengok realita kehidupan yang tak semulus apa yang diharapkan, perceraian terkadang menjadi sebuah kondisi yang tak bisa dihindari. Banyak cara yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi, tetapi jika jawaban akhirnya adalah perceraian maka pasangan mau tidak mau harus menerima kenyataan tersebut, meskipun menyisakan luka dan rasa sakit yang sangat mendalam.

Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mengatasi rasa sakit, trauma atau sedih setelah perceraian. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi perasaan apa yang menonjol dan atas dasar apa perasaan tersebut muncul setelah mengalami kondisi tersebut.

Rasa yang berbeda-beda juga akan muncul setelah perceraian. Ada yang merasa lega tetapi sedih, ada yang merasa sakit dan kesepian atau perasaan lainnya yang mungkin datang bertubi-tubi. Setelah masing-masing orang mengetahui dan mampu mengidentifikasi perasaan dominan apa yang mengganggu dirinya, barulah dicari hal-hal yang dapat berperan efektif untuk mengatasi perasaannya tersebut. Namun, secara umum hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai rasa sakit setelah perceraian adalah berusaha untuk mencari sisi positifnya serta kebaikan yang bisa didapat dari keputusan tersebut, meningkatkan kemampuan diri untuk tetap berjalan dan bangkit dari peristiwa yang membuat terpuruk lalu percaya pada diri sendiri bahwa segala tantangan yang terjadi mampu dihadapi.

Timbul Depresi. Banyak yang beranggapan bahwa perceraian dalam kondisi apapun akan menimbulkan depresi. Meskipun depresi dapat terjadi karena banyak alasan, tetapi perceraian bisa menjadi salah satu penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi karena sebagian orang lebih menekankan kepada hal-hal negatif yang datang dari perceraian daripada hal-hal positif. Akhirnya, perasaan yang mendominasi adalah perasaan sedih berkepanjangan, perasaan putus asa, merasa tidak memiliki harapan, perasaan kehilangan, perasaan kesepian dan berbagai perasaan lain yang tidak menyenangkan. Seluruh perasaan ini apabila tidak ditangani dengan baik lambat laun akan meningkat dan menumpuk hingga situasi seperti ini yang akhirnya dapat menimbulkan gejala depresi.

Terkadang salah satu penyebab depresi atau rasa sakit yang berkepanjangan adalah penilaian masyarakat yang menganggap sebelah mata terhadap wanita bercerai. Tak dimungkiri, cetusan kejam hingga sindiran menyakitkan terkadang harus diterima mereka pasca-perceraian dari lingkungan sekitar. Namun, tak sedikit juga yang memberikan dukungan untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun.

Salah satu hal yang paling penting dilakukan adalah berhenti untuk mendengarkan penilaian orang lain dan meyakinkan diri sendiri bahwa keputusan yang diambil adalah hal terbaik bagi diri sendiri. Terkadang tak semua orang harus mengetahui apa yang menjadi sumber permasalahan keluarga yang berujung pada perceraian. Jika perceraian didasari oleh sebuah alasan yang tepat dan kuat serta membuat diri kita menjadi lebih bahagia, maka tidak ada gunanya untuk memperhatikan penilaian orang lain. Sebaiknya secara perlahan namun pasti, segera membangun dan menata kembali kehidupan secara positif untuk mengarah ke kehidupan yang lebih baik.

Setelah perceraian sebaiknya segera lakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menambah nilai positif terhadap kehidupan kita. Sebagai contoh, terus bersosialisasi dengan kerabat dan keluarga yang dapat memberikan dukungan secara positif, kembali bekerja dan fokus pada pekerjaan, berolahraga, melakukan kegiatan yang sempat terlupakan seperti menjalankan hobi. Setiap orang memiliki kemampuan sendiri untuk menilai apa yang dibutuhkannya untuk dipenuhi pasca-perceraian. Tetapi, hal yang paling penting adalah mengisi keseharian dengan kegiatan yang positif sehingga tidak larut dalam kesedihan dan meningkatkan motivasi atau semangat hidup.

Enam Fase. Menghadapi kenyataan hidup yang menyakitkan seperti perceraian memang bukan perkara mudah. Namun, tak berarti seseorang harus terus terbelenggu dalam rasa sedih mendalam tanpa mampu keluar dari rasa sakit yang menggerogoti hati dan pikiran.

Ada beberapa fase yang harus dilewati pascaperceraian di antaranya:
1. Fase pertama: Benar-benar merupakan masa bersedih, berduka, kehilangan, berkabung, sakit hati sampai depresi
2. Fase kedua: Orang akan melakukan re-planning. Biasanya pada saat menikah seseorang sudah mempunyai plan bersama pasangannya. Di fase ini, seseorang terkadang mulai menjadi stres kembali karena memikirkan rencana awal yang telah disusun saat menikah. Tentu saja, setelah perceraian masa depan yang telah direncanakan akan berubah dan harus direncanakan ulang.
3. Fase ketiga: Merupakan masa di mana mulai mencari dukungan dan support dari orang lain. Mencari dukungan dan orang lain yang mau mendengarkan keluhannya. Untuk mengatasi rasa sakit pasca-perceraian, seseorang biasanya ada di step ketiga karena dukungan ini sangat penting untuk mengatasi rasa kesepian atau merasa sendiri.
4. Fase keempat: Mulai mengevaluasi pernikahan yang pernah terjadi. Misalnya, melakukan introspeksi apa yang salah hingga menimbulkan konflik dan keputusan akhirnya adalah perceraian. Karena pada saat orang bercerai, masing-masing dari pasangan sama-sama membela diri. Setelah kondisi sedikit tenang, seseorang akan lebih obyektif dalam menilai masalah.
5. Fase kelima: Dapat memaafkan diri sendiri atau mantannya.
6. Fase keenam: Mulai membangun hidup baru dengan semangat dan pemikiran positif untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat atau sempat tertunda.

To Top