Whats On

Gara-Gara Ini Pembiayaan Sektor Properti Melemah

Kebutuhan biaya hidup yang besar mendorong masyarakat untuk menyimpan uang atau berinvestasi pada produk mata uang asing atau produk perbankan lainnya daripada sektor properti

Ilustrasi via istimewa

VemmeDaily.com – Pertumbuhan sektor properti cenderung melambat. Hal ini dikarenakan ekspansi kredit properti yang disalurkan perbankan ternyata tertahan sejak 2014. Ini dipengaruhi situasi perekonomian global dan regional yang masih dalam tahap pemulihan secara makro.

Kredit untuk sektor properti dapat berupa kredit korporasi yang diperuntukkan bagi pengembang (developer) maupun kontraktor bangunan.

Perbankan dapat menyalurkan kredit kepada para konsumen properti dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Keduanya mendominasi porsi kredit perbankan ke sektor properti.

Seminar Strategi Penanganan Pembiayaan Sektor Properti di Tengah Melemahnya Daya Beli : Kiat Bagi Pelaku Usaha yang berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Dikatakan Direktur GMT Properti, Sunardjaja Tjitjih, ketatnya peraturan pemberian kredit properti dan penurunan daya beli masyarakat yang membuat permintaan terhadap kredit properti mengalami pelambatan.

“Bisnis properti yang sedang kurang bergairah tersebut menjadi perhatian banyak pihak, termasuk kalangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya,” ungkapnya dalam seminar Seminar Strategi Penanganan Pembiayaan Sektor Properti di Tengah Melemahnya Daya Beli : Kiat Bagi Pelaku Usaha yang berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Padahal properti merupakan salah satu sektor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.

“Dalam sektor properti setidaknya ada 135 sektor turunan yang memengaruhi ekonomi masyarakat,” lanjutnya.

Di kesempatan yang sama, Marx Andryan dari Marx & Co mengatakan, kebutuhan biaya hidup yang besar mendorong masyarakat untuk menyimpan uang atau berinvestasi pada produk mata uang asing atau produk perbankan lainnya daripada sektor properti.

“Dampak dari turunnya minat masyarakat untuk membeli produk properti, mengakibatkan para pelaku usaha di bidang properti mengalami kesulitan untuk menjual produknya, sehingga mengakibatkan gagal bayar (nonperforming loan),” paparnya.

Kesulitan yang dihadapi biasanya ketika debitur memiliki kemampuan bayar rendah dan tidak berpengalaman dalam mengelola plafon fasilitas kredit.

“Kesulitan melakukan pembayaran cicilan dan bunga yang terus bertambah, akibat perubahan kondisi ekonomi global dan nasional yang tidak menentu,” beber dia.

Di pihak lain, para pengembang juga mengalami kondisi yang sama untuk melakukan pembayaran kredit dan bunga kepada pihak pemberi, bank maupun lembaga keuangan lainnya.

“Tidak dipungkiri, bahwa sumber pembiayaan properti pelaku usaha merupakan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya yang memiliki jangka waktu tertentu untuk dilunasi,” jelas dia.

Biasanya pihak kreditur mendesak pihak debitur untuk menyelesaikan pembayaran kredit tersebut. Jika tidak bisa mencari penyeleasaian, maka berakibat pada sengketa berupa penyitaan atau proses peradilan. Sebaiknya, pihak kreditur harus mengantisipasi hal tersebut,” pungkasnya.

To Top